Ads 468x60px


30 Oktober 2010

Indonesia menolak pengiriman limbah elektronik dari Amerika

Limbah Elektronik Sebuah perusahaan pendaur ulang limbah elektronik di Massachusetts, Amerika Serikat, membantah laporan dari kelompok lingkungan bahwa pengiriman terakhir limbah elektronik mereka ke Indonesia ilegal dan berisikan monitor komputer yang mengandung bahan-bahan berbahaya.
Pada hari Senin kemarin, pengawas lingkungan Basel Action Network (BAN), menuduh limbah elektronik yang dikirim ke Indonesia mengandung bahan-bahan berbahaya dan itulah sebabnya kenapa ditolak oleh pemerintah Indonesia.
BAN mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia pada bulan November telah menolak sembilan kontainer yang berisikan CRT dan limbah elektronik lainnya yang dikirim oleh Advanced Global Technologies for CRT Recycling. Menteri Lingkungan Indonesia menolak pengiriman tersebut setelah BAN mengangkat isu bahwa pengiriman tersebut melanggar hukum di Indonesia dan kesepakatan Internasional tentang limbah berbahaya, Konvensi Basel, ungkap BAN.
Namun pengiriman itu sendiri, yang telah dikembalikan ke Amerika, tidak mengandung bahan-bahan ilegal, menurut Peter Kopcych, general manager di CRT Recycling..
Segel di kontainer yang dikirim ke Indonesia tidak rusak, yang artinya pihak berwenang tidak sempat memerika isi di dalamnya, ungkap Kopcych.
Perwakilan dari Advanced Global Technologies mengkonfirmasikan bahwa segel tidak rusak. Badan Perlindungan Lingkungan atau Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat telah memeriksa pengiriman tersebut pada Senin pagi, ungkapnya.
EPA dan negara bagian Massachusetts akan menemukan bahwa tidak satu pun yang dituduhkan oleh BAN itu benar, Kopcych menambahkan.
"Mereka pikir mereka itu siapa?" ungkap Kopcych tentang BAN. "Saya memiliki EPA dan negara bagian Massachusetts untuk menjawab. Mereka senang dengan apa yang saya lakukan."
Pengiriman ke Indonesia berisikan set televisi bekas dengan tabung yang dapat didaur ulang, ungkap Kopcych. Tidak ada satu pun monitor komputer di pengiriman tersebut, menurutnya.
Masalahnya adalah aturan EPA tidak memuaskan, menurut Jim Puckett, direktur eksekutif BAN. EPA tidak menjamin bahwa pengiriman limbah elektronik mentaati hukum dari negara yang diekspor, dan pemerintah Amerika Serikat belum menandatangani Konvensi Basel, ungkapnya.
"Orang ini suka mengaburkan," ungkap Puckett tentang Kopcych. "Yang diberitahukan ke saya oleh pemerintah Indonesia itu adalah monitor dan TV bekas. Apakah itu CRT dalam bentuk TV atau CRT di monitor tidaklah penting. CRT tercantum dalam Konvensi Basel sebagai limbah berbahaya."
Lebih dari 170 negara telah menandatangani Konvensi Basel, yang mencantumkan TV dan CRT komputer sebagai limbah berbahaya. Di bawah aturan Konvensi Basel, Amerika dan negara-negara industri lainnya dilarang untuk mengekspor limbah berbahaya ke negara-negara miskin.